News Update

Terkait Pengumpulan Zakat, Amil Zakat Wajib Mendapatkan Surat Izin Kemenag

Sunday, 9 March 2014

Peraturan Pemerintah No. 14/2014 yang mengatur pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat menegaskan, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) berwenang melakukan pengumpulan zakat melalui UPZ dan/atau secara langsung. Pengumpulan zakat melalui UPZ dilakukan dengan cara membentuk UPZ pada: a. Lembaga negara; b. Kementerian/LKNP; c. BUMN; d. Perusahaan swasta nasional dan asing; e. Perwakilan RI di luar negeri; f. Kantor-kantor perwakilan negara asing/lembaga asing; dan g. Masjid negara.

Adapun pengumpulan zakat secara langsung dilakukan melalui sarana yang telah disediakan oleh Baznas. Kewenangan pengumpulan zakat secara langsung ini juga dimiliki oleh Baznas Provinsi, dan Baznas Kabupaten/Kota, demikian dikutip laman Setkab, Sabtu (08/03/2014).

Terkait parisipasi masyarakat dalam pengumpulan zakat, menurut Pasal 56 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 ini, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ), dengan syarat wajib mendapat izin Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk Menteri Agama setelah memenuhi persyaratan.

Persyaratan pendirian LAZ itu meliputi: a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial, atau lembaga berbadan hukum; b. mendapat rekomendasi dari Baznas; c. memiliki pengawas syariat; d. memiliki kemampuan tkenis, administrative, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya; e. bersifat nirlaba; f. memiliki program mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan g. bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.

Bila dalam hal di suatu komunitas dan wilayah tertentu belum terjangkau oleh Baznas dan LAZ, menurut PP ini, kegiatan pengelolaan zakat dapat dilakukan oleh perkumpulan orang perseorangan tokoh umat Islam (alim ulama), atau pengurus/takmir masjid/musholla sebagai amil zakat.

“Kegiatan pengelolaan zakat oleh amil zakat perseorangan itu dilakukan dengan memberitahukan secara tertulis kepaa kepala kantor urusan agama kecamatan,” bunyi Pasal 66 Ayat (2) PP tersebut.

Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini harus sudah diterbitkan paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini ditetapkan.

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 86 Peraturan Pemerintah yang diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin pada 14 Februari 2014 itu.

//hidayatullah.com